Lima Puluh Kota — 74 tahun silam, tepatnya 10 Januari 1949 di Titian Dalam, Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh. Terjadi peristiwa berdarah dalam mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sembilan pejuang harus gugur melawan kejamnya tentara Belanda saat melancarkan agresinya di masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berpusat di Koto Tinggi.
Kesembilan pejuang, yakni Syarif MP, Engku Kayo Zakaria, Dirin, Nuin, Radian, Manus, Nyik Ali, Abas dan Mak Dirin, semuanya gugur ditembaki Kompeni.
Perlawanan sengit hingga pengerusakan jembatan diberikan untuk memperlambat mobilisasi pasukan Belanda ke Koto Tinggi. Semuanya dilakukan agar PDRI tidak bisa dilemahkan dan keutuhan NKRI tetap terjaga.
Untuk mengenang kembali peristiwa heroik yang terjadi 74 tahun silam itu, dilaksanakan upacara yang dipimpin langsung Sekda Widya Putra di Nagari Pandam Gadang.
Dengan tema ‘Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya’ diharapkan bisa memompa semangat generasi muda.
Peringatan itu, menjadi salah satu mata rantai perjuangan pada PDRI. Juga tak bisa dilepaskan dari rangkaian peringatan Hari Bela Negara setiap tahunnya di Lima Puluh Kota.
Dibayangi cuaca mendung, Sekda Widya Putra menyampaikan, kegiatan ini merupakan sarana bagi masyarakat dalam mengingat kembali nilai luhur sejarah perjuangan bangsa, yang mana nilai tersebut sudah mulai luntur sejalan dengan perkembangan zaman dan globalisasi.
Selain itu, Sekda juga mengingatkan peristiwa Titian Dalam merupakan bukti eksistensi pejuang dalam mengisi kekosongan dan mempertahankan NKRI dari ancaman Belanda pada agresi militer jilid II yang dilakukannya di Indonesia.
“Dengan mengenang dan mengingat kembali peristiwa gugurnya 9 syuhada yang dilaksanakan hari ini, dapat jadi inspirasi dan motivasi bagi generasi muda untuk meneruskan perjuangan mereka,” katanya Selasa (10/01/23) usai tabur bunga.
Ia mengatakan, peristiwa-peristiwa penting PDRI yang terjadi di Lima Puluh Kota harus konsisten diperingati setiap tahunnya.
Lebih lanjut dijelaskan Sekda, ada 7 peristiwa bersejarah saat berjalannya PDRI sesuai dengan Perbup nomor 41 tahun 2018, diantaranya pada 19 Desember diperingati sebagai konsolidasi Komando, kemudian tanggal 22 Desember sebagai pengumuman kabinet PDRI, selanjutnya 10 Januari gugurnya 9 syuhada di Pandam Gadang serta peristiwa Situjuah yang diperingati setiap tanggal 15 Januari.
Kemudian, pada 10 Juni juga diperingati sebagai peristiwa Koto Tuo, Harau Lautan Api, lalu pada tanggal 6 dan 7 Juli diperingati sebagai peristiwa perundingan antara Pemerintah RI dengan pemimpin PDRI dan peristiwa rapat umum pimpinan PDRI dengan masyarakat di Nagari VII Koto Talago.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPRD Lima Puluh Kota Deni Asra mengucapkan terimakasih kepada masyarakat Pandam Gadang yang telah bersemangat dan berjuang dalam memeriahkan peringatan gugurnya 9 syuhada yang gugur 74 tahun lalu.
“Ini menandakan masyarakat begitu menghargai para syuhada yang telah mengorbankan jiwanya demi keberlangsungan NKRI,” ungkap Deni Asra
Melalui peringatan gugurnya sembilan syuhada, Ia berharap, keinginan masyarakat yang dikemukakan oleh tokoh masyarakat Khairul Apit dan Wali Nagari Pandam Gadang terhadap pembangunan monumen dan memperhatikan pendidikan anak cucu para syuhada dapat terealisasi secepatnya sebagai bentuk apresiasi Pemerintah Daerah terhadap pengorbanan para pejuang tersebut.
“Saya berharap segenap komponen masyarakat agar memaknai peristiwa berdarah pada 10 Januari 1949. Terutama untuk membangkitkan motivasi serta berkolaborasi dalam membangun Lima Puluh Kota,” pungkasnya. (Joli)